Aksara Sunda ialah salah satu peninggalan budaya yang sangat berharga, terlebih bagi warga masyarakat Tatar Sunda sendiri. Kita yang hidup di zaman modern nampaknya tidak akan kepikiran bagaimana bisa para leluhur membuat sebuah huruf khusus untuk berkomunikasi.
Jadi tak berlebihan nampaknya kita, khususnya orang Sunda menganggapnya sebagai warisan yang harus senantiasa dijaga.
Namun pada kenyataannya kini ini kita ketahui, Aksara Sunda barangkali menyerupai merupakan hal asing. Terlebih lagi bagi para generasi muda. Kebanyakan mungkin tidak atau belum mengenal perihal Aksara Sunda itu sendiri.
Atau sekalipun ada yang tahu, tapi tidak mempelajarinya, alasannya ialah merasa tidak perlu. Atau bisa juga alasannya ialah beralasan ‘sulit’ dalam mempelajari Aksara Sunda tersebut. Padahal, Aksara Sunda sangat gampang untuk dipelajari, tanpa guru sekalipun.
Terlebih bagi orang Sunda yang sehari-harinya memang menggunakan Bahasa Sunda sebagai alat komunikasi. Percayalah! Mempelajari Aksara Sunda lebih gampang ketimbang mempelajari Hiragana. 🙂
Maka atas dasar hal di atas, kali ini Inspirilo akan mengangkat tema perihal Aksara Sunda secara lengkap. Mulai dari pengertian Aksara Sunda, cara penulisan, rarangken dan pola kalimat.
Oke baik mari kita mulai pembahasan mengenai warisan budaya Sunda yang agung ini, Aksara Sunda.
Pengertian Aksara Sunda
Secara harfiah, Aksara Sunda ialah huruf atau huruf yang digunakan dalam menuliskan kata dalam bahasa Sunda. Kaidah penulisan Aksara Sunda sama dengan Aksara Jawa. Diawali dengan huruf ha dan diakhiri dengan huruf nga.
Lebih lanjut mengenai huruf dan kaidah /cara penulisan, akan dijelaskan di bawah.
Sebenarnya kita perlu mengetahui bahwa setidaknya ada 4 jenis Huruf Sunda. Keempat tersebut antara lain: Aksara Sunda Kuno, Aksara Sunda Pegon, Cacarakan dan Baku.
Namun dalam pembahasan kita kali ini akan lebih fokus pada Aksara Sunda Baku yang merupakan hasil modifikasi dari pada Aksara Sunda Kuno.
Bentuk dari masing-masing hurufnya telah diadaptasi semoga bisa digunakan menuliskan kata-kata Bahasa Sunda modern/kontemporer. Namun secara umum bentuk tulisannya tetap berpedoman pada Aksara Sunda Kuno.
Huruf Sunda Baku tersebut untuk kemudian kita kenal pada kini ini dengan istilah “Aksara Sunda Kaganga”.
Belajar Aksara Sunda Kaganga (Aksara Buhun)
Nama Huruf Sunda yang akan kita pelajari kini ialah jenis Kaganga. Atau kerap disebut juga sebagai Aksara Sunda buhun.
Aksara jenis ini terdiri dari sebanyak 32 (tiga puluh dua ) huruf. Yang dibagi menjadi dua bab utama, antara lain:
- 7 suara vocal berdikari (Aksara Swara)
- 25 huruf mati (konsonan), yang disebut Aksara Sunda Ngalagena.
Untuk itu, mari kita bahas satu persatu.
1. Aksara Sunda Swara (Vokal Mandiri)
Berbeda dengan huruf vokal pada bahasa Indonesia atau latin yang hanya mempunyai 5 vokal. Di bahasa Sunda sendiri terdiri dari 7 huruf vocal. Selain a, i, u, e, dan o, juga ada perhiasan é dan eu.
Bagi orang Sunda barangkali sudah terbiasa dengan vocal é dan eu menyerupai itu. Tapi buat selain orang Sunda, nampaknya perlu sedikit penyesuaian dan berguru lebih untuk bisa membedakan é dan eu dengan e biasa.
Sebagai citra perbedaan antara é dan e adalah:
- é : bunyinya menyerupai e pada kata ‘Lele’
- e : bunyinya menyerupai e pada kata ‘Lemak’
- eu: digunakan pada kata-kata yang memang secara kaidah pengucapannya mengharuskan menggunakan penitikberatan yang kuat. Bunyinya bersumber dari tenggorokan. Agak susah sih kalau dijelaskan dalam bahasa Indonesia 🙂 . Contohnya menyerupai kata : Peuyeum, tidak boleh dibaca ‘Peyem’. Karena artinya juga akan beda, bahkan mungkin jadi tak berarti.
Berikut ialah tampilan gambar Aksara Swara (huruf vokal mandiri).
Huruf hidup / vokal di atas digunakan jikalau bangkit sendiri, tanpa ada adonan konsonan sebelumnya. Misal huruf A pada kata “akur”, huruf “I” pada kata “Irung” dan sebagainya. Bisa juga di tengah kata menyerupai huruf “a” pada kata “Diare”. Dan di final kata seperi contohnya suara ‘u’ pada kata bau.
Lebih lengkapnya bisa lihat gambar di bawah ini.
Contoh penerapan Aksara Swara dalam kata-kata Sunda. Masing-masing di tiga posisi penempatan, awal, tengah dan akhir.
- a. Aksara Swara (Vocal Mandiri) huruf/bunyi a
- b. Aksara Swara (Vocal Mandiri) huruf/bunyi i
- c. Aksara Swara (Vocal Mandiri) huruf/bunyi u
- d. Aksara Swara (Vocal Mandiri) huruf/bunyi é
- e. Aksara Swara (Vocal Mandiri)huruf/bunyi e
- 6. Aksara Swara (Vocal Mandiri) Huruf eu
- f. Aksara Swara (Vocal Mandiri) Huruf o
2. Aksara Sunda Ngalagena
Dan untuk huruf mati / konsonannya yang berjumlah total 25 huruf itu masuk dalam pembahsan Ngalagena di bawah ini.
Telah kita ketahui bahwa dalam kaidah Aksara Sunda Kaganga ini dibaca dan ditulis per-suku kata. Dan dalam penerapannya, kita akan mengenal istilah Aksara Ngalagena.
Ngalagena ini merupakan elemen konsonan atau huruf mati dalam Sunda. Dan tiap huruf Aksara Ngalagena pada hakikatnya berbunyi ‘a’. Contohnya ga, ba, ca, da, pa, dan seterusnya.
Aksara Ngalagena terdiri dari 18 huruf untuk suara utama (bahasa Sunda asli). Ditambah dengan 7 suara serapan dari bahasa asing. Seperti va, fa, xa dll. Berikut ialah tampilannya.
Seperti kita tahu, dalam bahasa Sunda sendiri hampir tidak pernah ditemukan kata yang mengandung huruf f atau v atau x. Sehingga banyak juga yang bilang kalau orang Sunda itu tidak bisa bilang fitnah. Padahal itu semua pitnah..wwkw (apa coba). Lanjut.
3. Rarangkén Aksara Sunda dan jens-jenisnya
Adapun suara dasar ‘a’ pada setiap konsonan itu bisa bermetamorfosis suara lain i,u, é,e,eu, dan o/ dengan santunan Rarangken. Misal dari huruf ka menjadi ke, ko atau ki, dll.
Nah apa itu Rarangken? Rarangken dalam bahasa Indonesia berarti sejenis sisipan. Penulisan yang benar ialah (Rarangkén). Huruf é dibaca menyerupai pada kata ‘lele’.
Jadi tentu fungsi Rarangken ini sangatlah penting untuk membentuk sebuah kata dengan huruf Sunda yang sempurna. Karena jikalau tanpa Rarangken ini, niscaya semua kata mempunyai suara ‘a’ semua. Hehe.
Dalam Aksara Sunda Kaganga ini ada setidaknya 14 jenis Rarangken / sisipan untuk membentuk sebuah kata. 13 Rarangken tersebut terbagi dalam 3 kategori menurut letak penulisannya dalam huruf konsonan (Ngalagena). Antara lain.
a. Rarangken luhur – terletak di atas huruf (5 jenis)
Rarangken Luhur ini terdiri dari 5 jenis yang kesemuanya dituliskan di atas huruf konsonan (ngalagena). Kelima Rarangken tersebut, antara lain:
- Panghulu : Fungsinya yaitu untuk mengubah suara “a” menjadi suara “I”
- Pamepet: berfungsi mengubah suara “a” menjadi suara “e”
- Paneuleung : untuk mengubah suara “a” jadi “eu”
- Panglayar: berfungsi untuk menjadikan/menambahkan suara “+r” di final kata. Contohnya dari “Ga” menjadi Gar
- Panyecek: berfungsi untuk menambahkan suara “+ng” di final kata. Contoh dari “ka” menjadi “kang”
Untuk keterangan lebih lanjut dan cara penulisan Rarangken luhur (atas huruf) ini bisa lihat di gambar berikut ini.
b. Rarangkén handap – terletak di bawah huruf (3 jenis)
Seperti namanya, handap yang berarti bawah, Rarangken ini dituliskan di bawah huruf konsonan (Ngalagena). Terdiri dari 3 jenis Rarangken Handap dengan fungsi berbeda-beda dalam mengubah suara huruf. Ketiga Rarangken tersebut, antara lain.
- Panyuku: berfungsi untuk mengubah suara konsonan “a” menjadi “u”. Contohnya dari “ka” menjadi “ku” (lihat gambar)
- Panyakra: berfungsi menambahkan sisipan “+r” di antara konsonan dan vokal. Contoh dari “Ka” menjadi “Kra”
- Panyiku: berfungsi menambahkan suara sisipan “+l” di antara konsonan dan vokal. Contoh dari “ka” menjadi “kla”
Lebih detail mengenai cara penulisan dan contohnya, lihat gambar di bawah ini.
c. Rarangkén Sajajar – terletak sejajar dengan huruf (5 jenis).
Yang terakhir ialah Rarangken Sajajar (Sisipan Sejajar). Maksudnya cara penulisannya ditulis sejajar dengan huruf Konsonan. Ada yang ditulisa sebelah kiri huruf, dan ada juga yang ditulis sejajar sebelah kanan. Terdiri dari 5 jenis Rarangken sajajar dengan fungsi berbeda-beda. Berikut ialah nama-nama kelima Rarangken sajajar tersebut.
- Panéléng: berfungsi untuk mengubah suara “a” menjadi suara “e’” (cara penulisan, lihat gambar)
- Panolong: untuk mengubah suara “a” menjadi suara “o”
- Pamingkal: menambahkan suara sisipan “+y” di antara konsonan dan vokal. Contoh dari “ka” menjadi “kya”
- Pangwisad: berfungsi menambahkan suara “+h” di final kata/huruf. Contoh dari “ka” menjadi “kah”
- Pamaéh atau Patén: berfungi membuat huruf konsonan menjadi bersifat mati (tanpa vokal). Dalam bahasa Arab, Rarangken Pamaéh ini serupa dengan sukun yang juga berfungsi mematikan huruf hijaiyah tanpa harakat. Contoh dari suara “ka” sehabis diberi Rarangken Pamaéh menjadi “k” (huruf mati).
Lebih lanjut perihal cara penulisannya bisa lihat gambar di bawah ini.
4. Tentang Rarangkén Pamaéh dan Beberapa kesalahan dalam penerapannya
Di bab ini kita akan membahas secara khusus perihal Tanda Pamaéh. Pamaéh ini termasuk dalam Rarangken sajajar (ditulis sejajar dengan huruf) yang turut menunjukkan fungsi penting dalam mengubah bunyi.
Sesuai dengan namanya ‘Pamaéh” berasal dari kata ‘paeh’ (mati). Fungsi utamanya ialah untuk mematikan huruf konsonan, sehingga jadi tidak mempunyai bunyi. Contohnya dari ‘Ga’ sehabis diberi Pamaéh, maka bunyinya menjadi ‘g’ saja.
Jadi untuk setiap huruf konsonan yang ingin dibentuk ‘mati’ sifat bunyinya, maka bisa menambahkan Rarangken Pamaéh ini.
Namun ada beberapa suara huruf yang tidak tepat disandingkan dengan Rarangken Pamaéh ini untuk membentuk sifat ‘mati’. Karena jikalau diterapkan, Rarangken Pamaéh tidak akan berfungsi untuk mematikan konsonan yang sebenarnya mempunyai imbuhan/Rarangken tersendiri. Bingung bacanya? Sama..hehe. Langsung masuk ke pola saja biar tidak bingung.
5. Tiga (3) kesalahan dalam penerapan Rarangken Pamaeh
Beberapa pola kesalahan penerapan Rarangken Pamaéh pada kata-kata berikut.
- DAHAR – Jika menggunakan kaidah Pamaéh, menjadi ‘Da-ha-ra’. Kemudian suara ‘ra’ dimatikan (diberi Rarangken Pamaéh) menjadi ‘r’. Sehingga hasil hasilnya menjadi ‘Da-ha-r’
- PINUH – dirangkai menjadi ‘Pi-nu-ha’. ‘Ha’ nya dimatikan menjadi ‘Pi-nu-h’
- APING – dirangkai menjadi ‘A-pi-nga’. Bunyi ‘Nga’ dimatikan sehingga menjadi ‘Ng’. Hasil final – ‘A-pi-ng’
Secara sekilas, memang menyerupai tidak ada salahnya. Bunyi final pada setiap kata di atas memang sudah seharusnya dibentuk mati dengan santunan Rarangken Pamaéh. Namun dalam hal ini, penggunaan Rarangken Pamaéh menjadi kurang pas.
Karena untuk membentuk suara ‘+r’, suara ‘+h’ dan suara ‘+ng’ tersebut sudah ada Rarangken khusus. Kaprikornus bukan dengan mengubah suara konsonan RA, HA dan NGA menjadi mati untuk membentuk suara ‘+r’, ‘+h’ dan ‘+ng’. Melainkan kita tambahkan Rarangken untuk membentuk suara tersebut.
Jadi akan lebih tepat jikalau kita menerapkan Rarangken tersebut untuk membentuk ketiga suara di atas. Masih ingat apa saja Rarangkennya? Oke untuk lebih memperjelas, berikut saya sajikan Rarangkennya juga lengkap dengan klarifikasi dan contoh.
Dan berikut ialah penjelasannya:
1). Rarangken Panglayar untuk membentuk suara “+r”
Di bab sebelumnya telah dihas, bahwa Rarangken panglayar ini berfungsi untuk menambahkan suara ‘+r’ di final kata. Ini tentu bersahabat kaitannya dengan konsonan ‘RA’.
Jadi alih-alih mematikan menambahkan konsonan ‘RA’ dan mematikannya untuk membentuk suara ‘+r’. Maka yang lebih tepat ialah dengan menerapkan fungsi Rarangken panglayar.
Contohnya menyerupai kata DAHAR di atas. Kaprikornus yang perlu dilakukan ialah menambahkan Rarangken panglayar sehabis suara huruf konsonan ‘HA’. Sehingga suara hasilnya menjadi ‘har’.
Sebenarnya bisa saja menerapkan Rarangken Pamaéh pada suara ‘RA’ alasannya ialah suara yang dihasilkan pun sama. Tapi tentunya akan dirasa kurang efektif dalam penulisan (lebih panjang). Dan secara aturan sudah ada yang lebih mewakili untuk membentuk suara ‘+r’ yaitu Rarangken panglayar.
Lihat pola gambar di bawah ini. Dengan pola kata ‘Cageur’
2). Rarangken Pangwisad untuk membentuk suara ‘+h’
Dalam bahasa Sunda maupun bahassa Indonesia kita sering menemukan dan menggunakan kata-kata dengan akhiran suara ‘+h’. Contohnya menyerupai ‘Atuh’, ‘butuh’, ‘buruh’ dan lain sebagainya.
Nah dalam Aksara Sunda terdapat kaidah aturan khusus untuk membentuk suara tersebut. Yaitu dengan menambahkan Rarangken Pangwisad. Rarangken tersebut berfungsi menambahkan suara ‘+h’ pada final suara huruf (baik vokal maupun konsonan).
Tentan Rarangken Pamaéh sendiri, kaitannya ialah dengan konsonan ‘HA’. Kita bisa saja membentuk suara ‘+h’ dengan menambhkan konsonan ‘HA’ kemudian membuatnya ‘mati’ dengan menambahkan Rarangken Pamaéh. Tapi sekali lagi, hal itu tidak efektif dan tidak sesuai kaidah.
Jadi untuk kata yang mengandung suara ‘+h’, maka yang harus dilakukan ialah menambahkan Rarangken pangwisad sejajar dengan huruf tersebut.
Berikut ialah salah satu pola penerapan Rarangken Pangwisad dan perbandingannya dengan Konsonan HA yang diberi Rarangken Pamaéh.
3). Rarangken Panyecek untuk membentuk suara “+ng”
Rarangken Panyecek diterapkan untuk membentuk suara ‘+ng’ di final kata. Kaitan eratnya ialah dengan huruf konsonan ‘NGA’.
Jadi ketika menemukan kata yang mempunyai suara ‘+ng’, maka yang harus dilakukan ialah menambahkan Rarangken Panyecek tepat di atas hurufnya. Misal dari ‘Ma’ sehabis diberi Rarangken panyecek menjadi ‘Mang’.
Kesalahan yang sering terjadi ialah menambahkan konsonan ‘Nga’, kemudian mematikannya dengan Rarangken Pamaéh sehingga tercipta suara ‘+ng’. Tapi ya kembali lagi, penulisan menyerupai itu dinilai kurang efektif dan pas.
Dan secara aturan memang sudah ada kaidah yang mengatur secara khusus dalam membentuk suara ‘+ng’ tersebut. Yaitu Rarangken Panyecek yang termasuk raranken luhur (atas).
Lebih jelasnya bisa lihat pola dalam gambar di bawah ini. Untuk kata Mangkok.
Nah itulah setidaknya 3 kesalahan yang sering ditemukan berkaitan dengan Rarangken Pamaéh yang penggunaanya kurang tepat. Dapat disimpulkan, bahwa kaitan eratnya yakni dengan tiga huruf konsonan, yiatu RA, NGA dan HA.
Pengecualian:
Akan tetapi, bukan berarti ketiga huruf tersebut di atas tidak bisa / tidak boleh disandingkan dengan Rarangken Pamaéh. Dalam hal tertentu, misal dalam penulisan singkatan, maka akan lebih cocok dan tepat jikalau menggunakan Rarangken Pamaéh. Ketimbang Rarangken pembentuk suara yang telah dijelaskan di atas.
Bahkan dianggap salah jikalau menuliskan kependekan dengan menggunakan Rarangken pembentuk suara (panglayar, pangwisad dan panyecek). Karena sejatinya, aturan / kaidah penerapannya hanya untuk membentuk suara pada suatu kata atau kalimat.
Untuk lebih memudahkan pemahaman, lihat pola berikut.
Contoh: Penulisan kependekan kata
6. Penulisan Angka dalam Aksara Sunda
Tidak ketinggalan, kita juga mengenal Aksara Angka yang disebut dengan Aksara Wilangan (bilangan). Bisa dibilang bentuk angka Aksara Sunda ini jauh berbeda dengan angka pada Aksara latin maupun Arab dan lainnya. Namun ada beberapa angka yang masih mempunyai unsur sama, menyerupai angka 7 (tujuh). Dan nol (0).
Kaidah arah tulisannya juga sama menyerupai huruf latin, yaitu ditulis dari kiri ke kanan. Yang membedakan hanyalah dalam penulisannya yang harus diapit oleh tanda vertikal kafe (tanda pipa).
Berikut ialah daftar Aksara Sunda Angka (wilangan) dari 0 hingga 9.
Contoh penerapan Aksara Sunda Angka (Wilangan)
Dalam pola nyata, kita sering menemukan penerapan angka ini menyerupai pada nama dan nomor jalan. Beberapa kota di Tatar Sunda bahkan sudah sering ditemukan gapura dan tembok gedung yang menggunakan Aksara Sunda dalam penulisan nama dan Nomor jalannya.
Untuk memudahkan pemahaman dalam cara menuliskan angka dalam Aksara Sunda, bisa lihat beberapa pola penerapannya berikut ini.
7. Tanda baca Aksara Sunda
Dewasa ini dalam penerapan penulisan Aksara Sunda juga layaknya huruf latin. Yakni menggunakan tanda baca umum, menyerupai titik, koma, tanda tanya, tanda titik dua, strip, tanda seru, kurung, dan lain sebagainya.
Contoh:
8. Cara Membaca dan Menulis Aksara Sunda dengan Mudah
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa mempelajari Aksara Sunda, terlebih dalam menulis itu terbilang mudah. Sobat bisa mempelajari dan menguasainya dengan cepat tanpa santunan guru sekalipun. Pun begitu dengan membacanya.
Dan di bab kali ini, kita akan mencoba latihan menerapkan kaidah penulisan yang telah kita pelajari di atas. Semua unsur dalam, mulai dari Ngalagena, Aksara Swara, Rarangken dan kaidah Pamaéh akan kita coba terapkan dalam latihan ini. Untuk mempermudah, saya juga akan sertakan pola kalimat dan artinya dengan penulisan yang benar.
Jadi untuk menguasai Aksara Sunda, cukuplah dengan mempelajari dan mengenali unsur-unsur penting di atas.
Contoh kalimat Aksara Sunda dan Artinya
Berikut ialah pola penulisan Aksara Sunda dalam bermacam-macam kata. Silakan pelajari pola kalimat dan artinya berikut ini.
- Pupuh kinanti
Untuk pola kalimat Aksara Sunda dan artinya yang lain bisa juga teman latihan dengan menerapkannya pada pupuh (lagu tradisional Sunda).
Dan untuk contohnya di sini saya menyajikan pupuh kinanti lengkap dengan penulisan Aksara Sunda di bawahnya. Pupuh kinanti dipilih karenan termasuk yang paling dikenal dan sering dilagukan oleh orang Sunda sendiri ketimbang jenis pupuh lainnya.
Pupuh kinanti ini sendiri menggambarkan sebuah penantian (nugguan) dan menceritakan sebuah perasaan kasih sayang (kanyaah) dan/atau deudeupeun (khawatir). Berikut ialah pola Aksara Sunda dan artinya dengan isi Pupuh Kinanti (Budak Leutik Bisa Ngapung)
- Aksara Sunda Lagu Anjeun
Masih kurang? Berikut saya kasih pola lagi. Jika sebelumnya menggunakan lagu tradisional Sunda, yaitu Pupuh Kinanti. Di bawah ini saya mengambil pola lagu Pop Sunda yang cukup populer dengan judul ‘Anjeun’ (id:Kamu). Lagu ini dibawakan oleh penyanyi Pop Sunda kenamaan, yaitu Nining Maeda ft Andang Cengos.
Untuk “USA” alias Urang Sunda Asli niscaya mengetahui lagu ini.
Sebagai latihan lanjutan, teman bisa coba melatih diri dengan menuliskan kata-kata dengan huruf Sunda. Misal nama sendiri, tempat tanggal lahir, nama bintang peliharaan dan lain sebagainya.
Walaupun terlihat mudah, tapi tetap diharapkan jam terbang untuk bisa menguasai cara membaca maupun menulis Aksara Sunda. Alah bisa alasannya ialah biasa. Hal ini sudah jadi aturan niscaya sih. Semakin sering latihan, semakin lihai.
Bagaimana? Cukup gampang kan. Apalagi dengan penerapan pola di atas yang semakin memperjelas cara penulisan dan bacanya. Semoga bisa dimengerti.
9. Kaligrafi Aksara Sunda
Berikut gambar-gambar pola kaligrafi huruf sunda dengan tampilan estetis dan keren tentunya.
10. Terjemahan / Translate Aksara Sunda + Download Font
Perlu kita syukuri bergotong-royong ketika ini telah banyak individu ataupun forum yang sangat memperhatikan kelestarian aksasra Sunda ini. Salah satu bukti perwujudannya ialah dengan banyak ditemukannya situs-situs yang bisa membuat terjemahan ke Aksara Sunda dari semulanya huruf latin.
Selain itu para pengguna komputer juga kini bisa berguru menuliskannya menggunakan keyboard. Beberapa forum menyerupai contohnya Kaduhiyang Pajajaran pada tahun 2008 kemudian telah berhasil membuat Font Aksara Sunda Unicode.
Yang mana tentu font tersebut bisa digunakan secara universal di Negara manapun. Bagi teman yang mau mencobanya bisa Download Font Unicode ini silakan di sini.
Adapun untuk membuat terjemahan ke Aksara Sunda sebenarnya bisa saja teman membuatnya sendiri. Baik itu dengan tulis tangan maupun dengan font Unicode di komputer. Karena intinya kaidah penulisannya ini boleh dibilang sangat simpel dan bisa dipelajari tanpa guru sekalipun.
Tapi jikalau ingin yang instan, teman bisa coba dengan mengetikkan di Google dengan kata kunci ‘terjemahan ke Aksara Sunda‘ . Maka seketika teman sudah bisa menemukan situs-situs tempat menerjemahkan huruf latin menjadi huruf Sunda. Salah satu contohnya ialah sebagai berikut
Namun semoga fontnya sanggup terbaca oleh browser (Mozilla, Firefox, atau lainnya) maka sebelumnya harus diinstal dulu font Sunda Unicodenya. Caranya yaitu double click file font nya, kemudian klik Install font.
Atau bisa eksklusif dengan mengcopy file font Aksara Sunda Unicode di folder C:\Windows\Fonts. harus dilakukan setting terlebih dahulu. Contohnya di browser Firefox, teman bisa masuk ke Setting -> Manage Settings. Atur semua pilihan huruf/font-nya menjadi Sundanese Unicode. Maka kini browser teman sudah bisa digunakan untuk membaca Aksara Sunda.
Sejarah Aksara Sunda Kuno
Di atas disebutkan bahwa Aksara Sunda yang kita kenal kini itu merupakan Aksara Sunda Baku. Yang mana merupakan hasil modifikasi dan penyesuaian dari Huruf Sunda Kuno.
Dan untuk sedikit menambah wawasan, berikut inspirilo juga sajikan bagaimana sejarah Aksara Sunda Kuno dan Baku tersebut secara singkat.
Aksara Sunda Kuno tumbuh dan berkembang di Tatar Sunda (Jawa barat) pada sekitaran kala 14-17 M. Yang mana pada mulanya, dipakai/digunakan sebagai mediaseja komunikasi untuk menuliskan Bahasa Sunda Kuno kala itu.
Adapun bentuk Huruf Sunda Kuno ini juga merupakan hasil pengembangan dari Aksara Pallawa (Pallava) yang berasal dari India bab selatan.
Aksara Pallawa ini dianggap merupakan hal penting dalam sejarah Aksara di Indonesia. Karena merupakan cikal bakal dari aneka macam Aksara-aksara Nusantara, salah satunya Aksara Sunda.
Salah satu bukti paling awal dari penulisan Aksara Pallawa ini ialah Prasasti Tarumanegara pada kala ke-5.
Kaitannya dengan Aksara Sunda Baku
Sejak Abad 12 M, masyarakat Sunda telah menggunakan Aksara Sunda untuk menuliskan bahasa yang digunakan. Namun memasuki masa penjajahan/kolonial, kala itu orang-orang Sunda dihentikan untuk menggunakannya.
Keadaan dan titah para penjajah kala itu memaksa masyarakat Sunda untuk kemudian meninggalkan Aksara Kuno dalam menulis. Padahal Aksara Sunda tersebut sudah jadi identitas budaya Sunda yang sudah sangat menempel ketika itu.
Kemudian memasuki kala 20, para peneliti dari dalam maupun luar negeri (misal K F. Holte) tergerak kesadarannya untuk kembali meneliti eksistensi prasasti dan naskah renta yang menggunakan Huruf Sunda Kuno. Para peneliti tersebut menginginkan eksistensi daripada Aksara Sunda Kuno yang merupakan identitas budaya tetap terjaga.
Hasilnya, Pemerintah Jawa Barat pada tahun 1996 tetapkan Perda No. 6 tahun 1996 perihal tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda.
Dan semenjak ketika itu, Aksara Sunda sudah mulai diperkenalkan pada khalayak umum. Beragam program kebudayaan turut menyelipkan pengenalan Huruf Sunda sebagai upaya pelestarian semoga tetap dikenal oleh masyarakat Sunda sendiri. Selain itu beberapa kota menyerupai Tasikmalaya dan Purwakarta telah menggunakan Huruf Sunda dalam goresan pena nama-nama jalan.
Namun secara resmi pemerintah belum mewajibkan sekolah untuk mempelajarinya. Tidak heran, Aksara Sunda masih belum terlalu familiar terlebih di kalangan anak sekolah usia SD atau SMP.
Namun setidaknya Alhamdulillah bisa kita syukuri, kini Aksara Sunda telah menduduki posisi agungnya kembali di tengah-tengah masyarakat.
Kesimpulan
Dengan mempelajari Aksara Sunda, secara tidak eksklusif kita telah melestarikan salah satu warisan peninggalan budaya yang amat sangat berharga. Warisan yang tentunya tidak dimiliki oleh budaya lainnya.
Jadi sebagai bab dari masyarakat Sunda tentu akan lebih baik untuk mengetahui serta mempelajari Aksara Sunda tersebut.
Walaupun dalam kehidupan sehari-hari memang jarang diterapkan. Hal tersebut juga satu upaya positif yang bisa kita perbuat dalam rangka melestarikan budaya dan menghormati jasa para leluhur.
Pun bagi masyarakat Indonesia pada umumnya juga tidak ada salahnya untuk juga mempelajarinya. Toh masih bab dari bumi pertiwi Indonesia tercinta.
Indonesia dengan segala keunikan budayanya sudah sepantasnya kita gembira akan hal itu. Tidak salah juga mempelajari budaya Negara lain, tapi budaya tempat sendiri jangan hingga dilupakan.
Barangkali cukup sekian pembahasan perihal berguru Aksara Sunda ini secara lengkap telah saya bahas. Ya mungkin tidak lengkap-lengkap amat, tapi setidaknya sudah cukup untuk dijadikan materi belajar, terlebih bagi yang gres mengenalnya (pemula).
Sekian dan terima kasih.